Rumah Sakit Islam pertama

Rumah sakit pertama dalam islam

Adalah Rufaidhah binti sa'ad al Anshoriyyah, salah satu tim medis pemilik perkemahan yang berfungsi sebagai rumah sakit, yg biasa berpindah-pindah dari gurun ke gurun. Inilah rumah sakit pertama dalam sejarah kedokteran islam. Sebab itulah perkemahan ini sering disebut dengan perkemahan Rufaidhah.

Sebagaimana layaknya rumah sakit, disitulah pasien tinggl untuk memperoleh pengobatan. Saat Sa'ad bin Mu'adz terluka ketika terjadi perabg khondaq, Rasulullah memerintahka untuk  memindahkanya ke perkemahan Rufaidhah, guna memperoleh terapi kai, agar darah tidak terus keluar dari luka yang diderita. (As Syiroh Ibnu Hisyam)

KEBERANIAN SAHABAT JUBAIR BIN AWWAM

KEBERANIAN AZ-ZUBAIR BIN AWWAM RADHIYALLAHU AHU

Namanya adalah az-Zubeir bin Awwâm bin Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai Radhiyallahu anhu. Nasabnya bersambung dengan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada Qushai. Sedangkan ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthallib Radhiyallahu anhuma, bibi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dia memiliki kunyah (nama panggilan) Abu `Abdillâh. Az-Zubeir bin Awwâm masuk Islam ketika berumur delapan tahun.[1]

Az-Zubeir bin Awwâm Radhiyallahu anhu adalah Sahabat yang pemberani. Dia termasuk salah satu Sahabat yang mendapat janji masuk surga. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Abu Bakar berada di surga, Umar berada di surga, Utsmân berada di surga, Ali berada di surga, Thalhah berada di surga, Zubeir berada di surga…

Dia juga termasuk salah satu dari enam Sahabat ahli syura` dalam pemilihan khalifah setelah Umar Radhiyallahu anhu.

Dia adalah orang yang pertama kali menghunus pedangnya di jalan Allah Azza wa Jalla [2] ; mengikuti perang Badar,

Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia termasuk orang yang menarik dan banyak memiliki usaha. Dia memiliki 1000 budak yang selalu membayar upeti kepadanya. Dari segi fisik dia sangat tinggi hingga apabila dia berkendaraan, kakinya menyapu tanah. Az-Zubeir Radhiyallahu anhu meninggal dunia di tangan Ibnu Jurmuz dalam suatu pembunuhan yang licik setelah perang Jamal di lembah as-Saba`, yaitu nama daerah sejauh tujuh farsakh (kurang lebih 35 KM) dari Bashrah pada bulan Jumadil ula tahun 36 H [3].

Berikut ini adalah kisah keberanian az-Zubeir: Dalam perang Uhud, dia melakukan perang tanding melawan Thalhah bin Abi Thalhah al-Abdari, kisahnya demikian : Dua fihak yang bermusuhan itu saling mendekat untuk memulai tahapan-tahapan perang

pertempuran itu adalah pembawa bendera dari kalangan musyrikin, yang bernama Thalhah bin Abu Thalhah al-Abdari. Dia adalah penunggang kuda suku Quraisy yang paling berani. Orang-orang Muslim menyebutnya kabsyul katîfah (panglima berkuda terhebat). Dia keluar dengan menunggang unta, lalu menantang untuk perang tanding. Namun tak seorang pun yang segera menyambut tantangannya, karena takut terhadap keberaniannya itu. Akhirnya, az-Zubair maju menghampirinya

langsung melompat seperti seekor singa. Az-Zubair pun berada di atas unta Thalhah ; kemudian mereka jatuh. Az-Zubair membanting Thalhah, lalu membunuhnya.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyaksikan perang tanding yang sangat mengagumkan ini ; seketika beliau bertakbir yang kemudian diikuti oleh semua orang Muslim. Beliau memuji Zubeir Radhiyallahu anhu dan bersabda: “Sesungguhnya setiap nabi itu memiliki hawâri [4] (pengikut setia), adapun pengikut setiaku adalah az-Zubeir Radhiyallahu anhu [5] ”

Pada perang Badar al-Kubra, Zubeir Radhiyallahu anhu berkata: “Aku berjumpa Ubâdah bin Sa`d al-Ash pada perang Badar. Saat itu ia membawa senjata, dan bagian badannya tidak ada yang terlihat kecuali kedua matanya. Aku pun membawa tombak ke arahnya. Kemudian aku tusuk kedua matanya hingga dia mati. Saat itu aku meletakkan kakiku pada tubuhnya, sungguh susah sekali bagiku untuk menusuknya. [6]”

Az-Zubeir juga mengikuti perang Yarmuk. Dia adalah Sahabat yang paling utama dalam perang tersebut. Dia termasuk tokoh pasukan kuda dan orang yang pemberani di antara mereka. Sekelompok pasukannya berkumpul di hadapannya dan berkata: “Pimpinlah kami untuk menerobos barisan musuh, kami akan ikut di belakangmu. Zubeir Radhiyallahu anhu bertanya: “Apakah kalian

Radhiyallahu anhu dan mereka pun berangkat menggempur pasukan musuh. Tatkala mereka menghadapi dan barisan-barisan

Radhiyallahu nahu pun maju. Belum lama dia menerobos barisan-barisan pasukan, Zubeir Radhiyallahu anhu muncul kembali dari sisi yang lain dan kemudian kembali menuju para Sahabatnya. Kemudian mereka datang kepadanya kedua kalinya dan dia pun melakukan hal sama hingga ketika itu ia pun terkena dua luka pada bahunya. (al-Bidâyah wan Nihâyah 3-4/14)”

Zubeir Radhiyallahu anhu termasuk orang yang mentaati panggilan Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya setelah tertimpa luka Dalam perang Uhud. Allah Azza wa Jalla berfirman: ٌ

(yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar.[al-Imrân/3:172]

Aisyah Radhiyallahu anhuma

(anaknya Zubeir): “Wahai anak saudariku, ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengalami sesuatu seperti dalam perang Uhud, yaitu ketika orang-orang musyrik mundur, beliau khawatir mereka akan

menghadapi mereka.” Di antara mereka dipilih 70 orang termasuk Abu Bakar dan Zubeir Radhiyallahu anhuma [7] ”

Imam al-Bukhâri meriwayatkan perkataan `Urwah bin az-Zubeir Radhiyallahu anhu bahwa “Pada waktu perang Ahzab (yaitu tatkala kaum Quraisy dan orang-orang yang bersamanya melakukan pengepungan terhadap kaum Muslimin di Madinah dengan cara membuat parit), aku dan Umar bin Maslamah bin `Abdul Asad ditempatkan dibenteng bersama para wanita dan anak-anak[8] . Umar bin Maslamah menundukkan punggungnya, dan aku pun bisa melihat. Aku melihat ayahku datang dan pergi’ ke bani Quraidzah sebanyak dua atau tiga kali. Tatkala sore hari dia datang kepada kami, aku berkata: “Wahai ayah, aku melihatmu datang dan pergi”. Zubeir Radhiyallahu anhu menjawab, “Apakah engkau melihatku, wahai anakku.?”. Aku menjawab, “Ya”. Ia berkata lagi, “Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barang siapa yang mendatangi bani Quraidzah, hendaknya dia datang kepadaku dengan membawa berita mereka. Aku pun berangkat.” Ketika aku pulang, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan kedua orang tuanya untukku. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Tebusanmu adalah ayah dan ibuku”[9] “

Di antara manaqibnya,

(rekomendasi) kepadanya dengan mati syahid. (ash-Shahâbah 278). Dia memperoleh syahid sebagaimana dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa tatkala perang jamal Ali mengingatkan apa yang dia ingat. Kemudian dia kembali dari peperangan dan pulang ke Madinah. Di tengah perjalanannya dia dibunuh oleh Ibnu Jurmûz laknatullâh dan kepalanya pun terpotong. Ia membawanya ke Ali Radhiyallahu anhu dan dia mengira akan memperoleh kedudukan darinya. Ia minta izin. Ali menjawab: “Jangan engkau berikan izin kepadanya, berilah kabar gembira dengan api neraka. Dalam riwayat dikatakan kepada Ali Radhiyallahu anhu : “Sesungguhnya pembunuh

Kemudian Ali Radhiyallahu anhu berkata. Sungguh pasti pembunuh Ibnu Shafiyah di neraka [ash-Shahâbah 278]”

tentang sekelumit kisah Inilah peperangan untuk membela Islam dan kaum Muslimin. Semoga bermanfaat. Wallâhu a`lam

Marâji`: 1. Fadlush Shahâbah Lil Imâm Ahmad 2. ar-Rakhîqul Makhtûm 3. ash-Shahâbah 4. Fathul Bâri 5. al-Bidâyah Wan Nihâyah

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl9 Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] _______ Footnote [1]. Lihat Fathul Bâri Juz 7 hlm 93 [2]. Peristiwa itu terjadi ketika dia di Mekah, tatkala terdengar berita bahwa Rasulullah n terbunuh. Ia pun datang dengan menghunuskan/menampakkan pedangnya, hingga setelah dia melihat Rasulullah n , ia pun memasukkan pedangnya kembali [3]. Fadhâilus Shahâbah Lil Imâm Ahmad hlm 914 [4]. Kata hawâri memiliki beberapa arti. Menurut adh-Dhahâk, hawâri artinya, “Orang yang berhak memperoleh khilafah/ atau menteri”. Ibnu Uyainah t mengatakan, hawâri adalah, “penolong” sedangkan Zubeir mengutib dari Muhammad bin Salâm bahwa hawâri adalah orang yang ikhlas/bersih [5]. Lihat Ar-Rakhîqul Makhtûm hlm 258-259 [6]. Kitab Ash-Shahâbah hlm 279 [7]. Kitab ash-Shahîhul Musnad min Fadhâil ash-Shahâbah hlm 278-279 [8]. Lihat Al-Bidayah wan Nihâyah 3-4/491 [9]. Lihat Fathul Bâri hlm 94

MIKHO MEDIA

Mukhtar Ibnu Kholil. Diberdayakan oleh Blogger.